MAKALAH
“UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN”
DISUSUN
OLEH :
- XII IPS
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||
--NAMA SEKOLAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya, kami dapat
menyelesaikan tugas sejarah yaitu makalah yang berjudul “UPAYA MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN”.
Dalam kesempatan
ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut mambantu dan
mendukung terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari dan
meyakini bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
kekurangan dan kesalahan yang kami sadari atau pun yang tidak kami sadari. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran, agar dapat bermanfaat bagi kita
semua. Terima Kasih.
Ngawi,
Oktober 2012
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
berhasil meraih kemerdekaanya. Keadaan dimana bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan.
Terbebas dari penindasan. Kebebasan yang di tempuh melalui perjuangan yang
sangatlah panjang.
Walaupun sudah merdeka namun bukan
berarti bangsa Indonesia
benar – benar terbebas dari penindasan. Banyak tantanga yang harus dihadapi
bangsa Indonesia
untuk mempertahankankan kemerdekaannya. Tantangan itu berasal dari dalam maupun
luar negeri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Peristiwa apa saja yang terjadi
setalah kemerdekaan RI?
2.
Bagaimana upaya bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaanya?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui peristiwa –
peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan RI
2.
Untuk mengetahui upaya – upaya
pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
BAB II
UPAYA MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN
A.
Perjuangan Angkat Senjata
1. Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Surabaya merupakan kota
pahlawan. Surabaya
menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama revolusi mempertahankan
kemerdekaan, sehingga menjadi lambang perlawanan nasional. Peristiwa di
Surabaya merupakan rangkaian kejadian yang diawali sejak kedatangan pasukan
Sekutu tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Pada
tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank
Internatio di Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen Mallaby.
Akibat meninggalnya Brigjen Mallaby, Inggris memberi ultimatum, isinya agar
rakyat Surabaya
menyerah kepada Sekutu. Secara resmi rakyat Surabaya, yang diwakili Gubernur Suryo
menolak ultimatum Inggris. Akibatnya pada tanggal 10 November 1945 pagi hari,
pasukan Inggris mengerahkan pasukan infantri dengan senjata - senjata berat dan
menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya telah
menciptakan pekik persatuan demi revolusi yaitu merdeka atau mati. Di samping
itu juga merupakan titik balik bagi Belanda karena mengejutkan pihak Belanda
yang tidak menyangka kekuatan RI mendapat dukungan rakyat.
Rakyat Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu.
Bung Tomo memimpin rakyat dengan berpidato membangkitkan semangat lewat radio.
Pertempuran berlangsung selama tiga minggu. Akibat pertempuran tersebut 6.000
rakyat Surabaya
gugur. Pengaruh pertempuran Surabaya
berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk dalam agenda sidang
Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.
- Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November
sampai tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia
melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden
yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pada tanggal 20 November
1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor
Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran Ambarawa mengakibatkan gugurnya
Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Posisi Letkol Isdiman kemudian
digantikan oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa berhasil dikepung selama 4 hari
4 malam oleh pasukan RI. Mengingat posisi yang telah terjepit, maka pasukan
Sekutu meninggalkan kota Ambarawa tanggal 15
Desember 1945 menuju Semarang.
Keberhasilan TKR mengusir Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa
penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
3. Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945
Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang
diboncengi oleh NICA mendarat di Medan.
Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik
oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk
membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel
Jalan Bali, Medan
pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA)
merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal
ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan
penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1
Desember 1945, pihak Sekutu memasang papanpapan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah
Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan
terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan. Hal ini jelas
menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang
mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan
pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area.
Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando
Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
4. Bandung
Lautan Api
Terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api diawali dari
datangnya Sekutu pada bulan Oktober 1945. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh
ultimatum Sekutu untuk mengosongkan kota Bandung. Pada tanggal 21
November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama isinya kota
Bandung bagian
Utara selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh para
pejuang. Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh para pejuang. Selanjutnya
tanggal 23 Maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum kembali. Isinya hampir sama
dengan ultimatum yang pertama. Menghadapi ultimatum tersebut para pejuang
kebingungan karena mendapat dua perintah yang berbeda. Pemerintah RI di Jakarta
memerintahkan agar TRI mengosongkan kota Bandung. Sementara markas
TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar Bandung
tidak dikosongkan. Akhirnya para pejuang mematuhi perintah dari Jakarta. Pada tanggal
23-24 Maret 1946 para pejuang meninggalkan Bandung. Namun, sebelumnya mereka menyerang
Sekutu dan membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar
Sekutu tidak dapat menduduki dan memanfaatkan sarana-sarana yang vital.
Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api. Sementara itu para pejuang dan
rakyat Bandung mengungsi ke luar kota.
5. Puputan Margarana 20 November 1946
Perang Puputan Margarana di Bali diawali dari
keinginan Belanda mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Letkol I Gusti
Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa Tenggara, berusaha menggagalkan pembentukan
NIT dengan mengadakan serangan ke tangsi NICA di Tabanan tanggal 18 Desember
1946. Konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai (yang dikenal dengan nama
pasukan Ciung Wanara) ditempatkan di Desa Adeng Kecamatan Marga. Belanda
menjadi gempar dan berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara. Pada
tanggal 20 November 1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan serangan
dari udara terhadap kedudukan Ngurah Rai di desa Marga.
6. Serangan Umum 1 Maret 1949
Dalam agresi militer II, Belanda berhasil menangkap
para pemimpin politik dan menduduki ibukota RI di Yogyakarta. Belanda ingin
menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan RI telah dihancurkan dan TNI tidak
memiliki kekuatan lagi. Menghadapi tindakan Belandatersebut, TNI menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda. Puncak serangan TNI adalah serangan umum
terhadap kota Yogyakarta
pada tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelumnya,
Letkol Soeharto mengadakan koordinasi terlebih dahulu dengan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX selaku Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan
ini, TNI memakai sistem wehrkreise. Untuk memudahkan penyerangan, maka dibentuk
beberapa sektor yaitu:
a. sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,
b. sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor
Sardjono,
c. sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno,
d. sektor Kota
dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.
Pada malam hari menjelang serangan umum,
pasukan-pasukan telah merayap mendekati kota
dan melakukan penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949 sekitar
pukul 06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan dilancarkan dari segala penjuru
kota. Letkol
Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat sampai batas Jalan
Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan dengan memberikan
bantuan logistik. Dalam waktu enam jam kota Yogyakarta berhasil dikuasai TNI. Pada pukul 12.00 WIB
tepat, pasukan TNI mengundurkan diri. Hal ini sesuai dengan rencana yang
ditentukan sejak awal. Bersamaan dengan itu bantuan Belanda tiba dengan
kendaraan lapis baja serta pesawat terbang. Belanda melakukan serangan balasan.
7. Agresi Militer Belanda I (Tanggal 21 Juli 1947)
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang
dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana
vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan
Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki
Madura. Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak
menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India
mengajukan masalah Indonesia
ini ke Dewan Keamanan PBB.
Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian
tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga
Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian
tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian
masalah Indonesia
menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia. KTN
berhasil mempertemukan Indonesia
dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para
pemimpin Republik Indonesia
yang ditawan Belanda di Bangka.
8. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)
Pada tanggal
19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang
diawali dengan penerjunan pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung
dan menghancurkan konsentrasikonsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda
berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap
para pemimpin politik serta militer.
Meskipun para
pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia tidak berhenti. Sebelum
ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri
Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI,
pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi instruksi kepada delegasi
Indonesia
di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding
dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia
internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan
oleh Belanda.
B.
Perjuangan Diplomasi
1.
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10
November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon.
Dalam perundingan ini, Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh
Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang
diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni
Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Dalam perkembangan
selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan
agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.
2.
Perundingan Renville
Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville
milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut,
pemerintah Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh
Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. wilayah Indonesia
diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia
sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah
RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan
Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan melakukan
agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.
3.
Perundingan Roem – Royen
Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi
yang cukup keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak
lepas dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan
menjelaskan realita di PBB. Salah satunya adalah L.N. Palar. Sebagai reaksi
dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara
diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari United Nations Commission for Indonesia. UNCI
dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan
Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian
Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14
April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi
Republik Indonesia
dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van
Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement.
Akhirnya diperoleh kesepakatan yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949.
Kesepakatan antara lain:
a. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan
tembak-menembak dan bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
b. Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan pemerintah Indonesia ke Yogyakarta,
c. kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja
Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
4.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut
dari Perundingan Roem-Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan
dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan
Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap
sesama bangsa Indonesia
dalam menghadapi KMB.
Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949
di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan
difokuskan pada pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang
cukup penting adalah akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik
dan ekonomi. Pada bidang pertahanan diputuskan:
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah
Angkatan Perang Nasional,
b. TNI menjadi inti APRIS, dan
c. negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.
KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk
mencari penyelesaian sengketa Indonesia
– Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus
sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO,
Belanda, dan perwakilan UNCI. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB.
a. Indonesia
terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang,
akhirnya KMB menghasilkan beberapa keputusan berikut.
a. Belanda mengakui RIS
sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30
Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan
diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan
Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia
dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa
para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam mempertahankan kemerdekaan para pejuang Indonesia
melakukannya dengan berbagai cara baik diplomatic maupun angkat senjata.
Sebagai generasi muda kita saat ini memiliki tugas mempertahankan kemerdekaan
dari upaya penjajahan dari pihak asing dari berbagai sector kehidupan.
B.
Saran – Saran
Kami meyakini tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kritik
maupun saran dari para pembaca sangat kami butuhkan. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.crayonpedia.org/mw/USAHA_PERJUANGAN_MEMPERTAHANKAN_KEMERDEKAAN_INDONESIA_9.1_SANUSI_FATTAH
0 comments:
Post a Comment